Monday, February 28, 2011

Hijâb and Female Leadership

Hijâb is generally understood to mean the donning of a veil. This is however incorrect. The scholars of Islam have included the following verses in the discussion of hijâb:

  1. "And stay in your houses. And adorn not yourselves with the adornment of the time of Ignorance." (Al Ahzâb: 33)

  2. "And when you ask of them (wives of Nabi Sallallahu alaihi Wasallam) anything, then ask them from behind a curtain." (Al Ahzâb: 53)

  3. ".... therefore be not soft of speech, lest he in whose heart is a disease, aspire (to you) but utter customary speech." (Al Ahzâb: 32)

  4. "O Nabi! Tell your wives and daughters and the women of the believers to draw their jilbâbs (a special cloak that covers the entire body) close around them ...." (Al Ahzâb:59)

  5. "And they (the women), should not stamp their feet so as to reveal their hidden adornment." (An Nur:31)

From these verses, the following rules of hijâb may be deduced:

  1. The lady should at all times remain in her home.

  2. If due to any shar'ie necessity (eg. Haj, visiting her parents, visiting the ill etc.) (Ruhul Ma'âni vl.22 pg.6) then she should cover her entire body including the face.

  3. She has to communicate with men from behind a curtain.

  4. She must not lower her tune when speaking with strange men.

  5. She should not walk in such a manner that would attract the attention of men.

  6. Intermingling of the sexes is prohibited in Islam.

Besides these, it has also been established from the Hadith that a lady cannot travel further than 77 kilometers without a mahram (any such male relative with whom marriage is prohibited). (Tirmidhi Vl.3 pg.472)

It is clear from the above that the implications of Hijâb are in direct conflict with the duties of leadership. In order to ensure the welfare of his subjects, the leader has to leave his home daily, meet and consult with people (men in particular) and travel to various parts of his country and sometimes to other countries as well. These cannot however be achieved if a lady has to be the ruler and at the same time observe the rules of hijâb. It is on this accord that Shariah has prohibited female leadership.


Published by: Madrasah Arabia Islamiah, Azaadville

For Detail Discussion click here

Saturday, February 26, 2011

THE HOWDAH

It was a general practice among the Sahaaba when going out

on journey to use the Howdah. This is the English equivalant for the

Arabic term Howdaj, which means an enclosed box or pavilion that is

placed on the camel's back. Ladies would travel in the privacy of this

box, thus screening themselves off from the gaze of menfolk. The use

of this is mentioned in several Ahadeeth, involving the noble wives of

the Rasoolullah (sallallahu alayhi wasallam) in particular. While

seated in the howdah there is no need for the niqaab since the woman

is completely concealed. This indicates to us how strict were the

Sahaaba in purdah matters. Now if this was the standard of purdah

then, during the best of eras, how much more important will this

purdah be in today’s times of sin and corruption?


Reference : A study in Islamic Culture for women ~ Prepared and researched by Madresa MASEEHUL-ULOOM

Friday, February 18, 2011

WOMENS TA'LEEM

"Abu Saeed Khudri (radhiallahu anhu) said that a woman approached Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam) and said: The men have monopolised your talks. Therefore, appoint for us (women) a special day from your side so thai we may come to you on that day and you can teach us of that knowledge which Allah has taught you.' Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam) said; 'Gather on a certain day.' Thus the women gathered and Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam) came to them and taught them from that (knowledge) which Allah had taught him " (Sahih Muslim) [1]


This Hadith appears also in Bukhaari Shareef and other Books of Hadith. In Fathul Baari, this incident is also recorded in a Hadith narrated by Abu Hurairah (radhiallahu anhu). In this narration. Hadhrat Abu Hurairah (radhiallahu anhu) reported that Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam)said:

"Your (i .e. the women) appointed place (where you shall gather) is the home of certain lady .................." [1]


The following facts emerge from this Hadith:

(1) It was not the usual practice for women to attend the Musjid for Ta'leem hence they requested a day to be set aside for them


(2) Women seldom had the opportunity of hearing the talks of Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam).


(3) When Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam) accepted their request to lecture to them, he said that he himself would come. While the woman said that they would come to him, he instructed them to gather at a certain place.


(4) Rasulullah {sallallahu alayhi wasallam) did not instruct the women to gather in the Musjid for ta'leem. On the contrary, he ordered them to gather at the home of a certain lady.[1]


It is noteworthy that inspite of the initial permission for women to attend the Musjid for Salaat, Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam) did not invite them to the Musjid for Ta'leem when they made their special request. If it was their undeniable right to attend the Musjid, Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam) would have instructed them to gather in the Musjid.[1]


The Ahadith also make it abundantly clear that in the initial period when women would attend the Musjid, they would leave immediately after the Fardh Salaat while the men remained seated, Since the females departed from the Musjid immediately upon having made the Salaam of the Salaat, the question of them silting in the Musjid for Ta'leem does notarise. Hadhrat Umme Salmah (radhiallahu anha), the wife of Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam) said:


"During the lifetime of Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam) the women would get up after making the Salaam of the Fardh Salaat while Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam) and the men who performed Salaat with him remained seated for some time. After Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam) stood up, the men would stand." (Bukhaari Shareef)[1]


The Sunnah of Rasulullah (sallallahu alayhi wasallam) thoroughly rejects the call for women's participation in Ta'leem in the Musjid.[1]


[1] THE MUJLISUL ULAMA OF SOUTH AFRICA, P.O. BOX 3393, PORT ELIZABETH 6056, SOUTH AFRICA, 14 SAFAR 1409 26 SEPT. 1988


"SUNNAH IS THE BEST"

Monday, February 14, 2011

Al-Kisah : Kesombongan menyebabkan kejatuhan (Sangat Penting)

*kisah ini saya translate sendiri dengan bantuan google translate dan kamus, sekiranya terjemahan kurang baik saya memohon maaf atas kekurangan saya. saya berharap agar kita dapat ambil iktibar dari kisah ini dan jangan sekali-kali memandang rendah terhadap orang lain.

Syaikh Abu Abdullah Andlusi adalah salah satu Akabir dari Auliya Allah. Banyak khanqah(tempat ahli tariqat) beroperasi di bawah naungan-Nya, beratus-ratus madaris dikendalikan di bawah namanya, dan ia mempunyai ribuan mahasiswa dan murid. Itu adalah akhir 200 AH dan hanya 200 tahun telah berlalu sejak Nabi Berbahagialah meninggal dunia. Hal ini seolah-olah era Khair-ul- quroon masih ada. Dikatakan bahawa ia mempunyai lebih dari 12 000 murideen. Sekali ia pergi pada perjalanan disertai dengan shuyukh besar dan ulama seperti Junaid Baghdadi dan Hadhrat Shibli.


Hadhrat Shibli berkata:

kafilah kami bergerak damai dan dengan berkat-berkat Allah. Kemudian kami melewati desa

Christian. Ada sedikit masa tersisa untuk solah dan kami tidak bisa menemukan air di desa. Ada sumur kecil di pinggiran desa ini di mana beberapa wanita mengisi baldi mereka dengan air. Begitu Syaikh (Abu Abdullah Andlusi) melihat salahsatu

perempuan situasinya berubah. Shaikh menundukkan kepala dan ia berhenti makan,minum,

dan berbicara dengan siapa pun selama tiga hari penuh.


Kami bimbang dan depresi. Pada hari ketiga, saya mengumpul keberanian untukmengatakan, 'O Shaikh, ribuan murideen anda bimbang tentang keadaan anda. "Shaikh berpaling kepada semua orang dan berkata,

"Teman-teman saya, berapa lama aku akan menyembunyikan masalahku dari anda? Sehari sebelum

terakhir, aku melihat gadis ini dan cinta saya padanya telah kewalahan(tidak dapat mengatasinya) saya sejauh bahawa telah mencengkeram anggota badan dan tubuh. Sekarang tidak mungkin bagi saya untuk pergi dari sini. "


Aku menjawab,


O Syaikh, anda adalah Gurunya Iraq dan terkenal untuk penjimatan anda, anda asketisme, dan kekayaan pengetahuan anda. Jumlah murideen anda melebihi 12.000. Oleh Quran, jangan memalukan kita dan semua orang di sini.


Shaikh menjawab,

"Teman saya, nasib saya dan kamu dan ditakdirkan oleh Allah. wilayat (kedekatan dengan

Allah) telah diambil dari saya dan tanda-tanda bimbingan dihapuskan. "


Mengatakan hal ini, ia mulai menangis dan berkata, "Wahai kaumku, takdir menjalankan bagiannya tersebut, tidak ada dalam kawalan saya. "

Kami dikejutkan oleh kenyataan ini dan mula menangis dalam kesedihan. shaikh mula menangis bersama kami dan tidak lama kemudian bumi menjadi basah dengan banjir air mata kami. Selepas ini, kami tidak mempunyai pilihan kecuali untuk kembali ke Baghdad. Murid shaikh di Baghdad terkejut besar ketika kami menjelaskan seluruh situasi kepada mereka. Beberapa dari mereka meninggal dalam keadaan tekejut dan kesedihan ketika itu juga. Sebahagian besar dari mereka mulai merayu kepada Allah dan memohon dengan-Nya itu," O yang menukarkan hati, tunjukkan bimbingan kepada shaikh dan kembalikan dia kepada keadaannya seperti biasa." Selepas ini, semua khanqah ditutup dan kami menghabiskan satu tahun penuh kesakitan dan penderitaan tanpa shaikh kami.


Selepas tahun berlalu, muridnya memutuskan untuk melakukan perjalanan kepada Gurunya dan mencari tahu tentang keadaannya. Dimana dia dan bagaimana dia lakukan? Dengan demikian,satu kumpulan muridnya pergi ke desa dan bertanya orang - orang kewujudan Guru mereka. Mereka mengatakan kepada kami, "Dia meragut babi di hutan." Kami pikir, 'Ya Allah, apa yang terjadi!' orang desa itu menjelaskan, 'Gurunya itu bertunang dengan puteri dari kepala kami. Ayahnya menerima pinangannya dengan syarat ini (iaitu, dia akan meragut babi) dan sekarang dia meragut babi. "Kami terkejut dan hendak tenggelam dalam kesedihan dan kedukacitaan. Air mata mulai mengalir dari mata kami dan kami hampir tidak dapat menekan emosi kami ketika kami sampai di tepi luar hutan di mana Gurunya itu meragut babi. Kami melihat shaikh: dia memakai topi Kristian di kepalanya dan sebuah korset di pinggang, ia bersandar pada tongkat yang ia bersandar pada ketika khutba dan pidato, saat ia mengawasi babi. Adegan itu seperti garam pada luka kami.


Ketika shaikh melihat kami berjalan menuju kepadanya, di menundukkan pandangannya. Ketika kami mendekat, kami berkata, 'Assalamu alaikum,' dan ia lembut menjawab, ‘Walaikum Assalamu'."


Shibli berkata, 'Wahai Syaikh, lihat keadaan anda selepas semua pengetahuan, kebesaran, dan hadis dan tafsir '


Shaikh jawab.,

"Wahai saudara, aku bukan dalam kawalanku, Maulaku (Penciptaku) melakukan apa yang Ia inginkan denganku dan selepas membawa saya dekat, apabila Dia inginkan, Dia melempar saya jauh dari pintu-Nya. Siapa yang boleh mengelakkan apa yang telah ditakdirkan untuk anda. Hai teman-temanku takutlah akan azab Allah , Jangan pernah menjadi sombong tentang pengetahuan dan status."


Lalu ia memandang ke arah langit dan berkata, 'O Maulaku, saya tidak berfikir Engkau akan melakukan seperti perkara ini dan melemparkan saya keluar pintuMu 'Mengatakan ini., ia mulai menangis dan memohon bantuan dari Allah dan berkata, 'Wahai Shibli, belajar dari orang lain!'

Shibli menangis dan berdoa,"Ya Rabb kami, kami meminta tidak ada yang lain melainkan Engkau untuk mendapatkan bantuan dan dalam segala hal kami menaruh kepercayaan kami kepada Engkau. Sila hilangkan kesulitan ini dari kami. Tidak ada yang lain melainkan Engkau yang boleh mengangkat kesulitan ini dari kami. "


Mendengar permohonan kami dan menangis, babi berkumpul sekitar kami dan mula menjerit-jerit. shaikh itu juga menangis. Shibli berkata,

"Shaikh anda hafiz Quran dan membaca Quran dalam tujuh Qirat (bacaan). Adakah kamu masih ingat sekarang? " Gurunya menjawab," O rakan, saya tidak ingat apa-apa dari Al-Quran kecuali dua ayat. Yang pertama adalah,


“Whosoever Allah humiliates, there is no one to give him respect. Verily Allah does whatever he wishes.”


Dan ayat kedua adalah,:

“Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.”(2:108)


Shibli bertanya, "Wahai Syaikh, anda tahu 30.000 hadis dengan rantaian perawi dan boleh mengingatinya secara langsung. Adakah anda ingat sesuatu dari hadis itu?"Syeikh berkata, 'Saya hanya ingat satu hadis,


'Barangsiapa mengubah agamanya, pancunglah dia''


Shibli berkata:

"Melihat keadaan ini sheikh, kami memutuskan untuk kembali ke Baghdad. Kami hanya menempuh jarak yang pendek ketika pada hari ketiga, kami melihat sheikh di depan kami, muncul dari tepi sungai tempat ia mandi. Dia dengan keras mengucapkan dan mengulangi Syahadat itu,


“Aku bersaksi bahawa tidak ada yang patut disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahawa dan Muhammad adalah utusannya”


Hanya orang yang merasa sakit dan penderitaan kami sebelum ini dapat memahami sukacita kami pada saat itu.


Setelah itu, kami meminta sheikh, 'Apakah ada beberapa alasan di balik semua ini? "Sheikh menjawab,

'Ya, ketika kita berhenti di desa ini kita melewati kuil dan gereja. Ketika saya melihat penyembah-api dan Kristian menyembah sesuatu selain Allah, aku merasa kesombongan dalam hatiku bahawa, "Kami adalah Mumineen, percaya dalam satu Pencipta. Lihatlah orang-orang jahil dan bodoh yang menyembah benda mati dan makhluk tidak cerdas " Segera, aku mendengar suara yang ghaib itu, 'iman ini dan keyakinan dalam Keesaan Allah tidak dicapai dengan usaha anda, hal ini diberikan atas kehendak Kami. Adakah anda fikir iman anda berada di tangan anda bahawa anda memandang rendah pada orang lain? Jika anda ingin Kami akan buktikan kepada anda sekarang (bahawa iman adalah dengan kehendak-Ku). " Pada saat itu,aku merasa seolah-olah seekor burung terbang dari hatiku yang pada kenyataannya adalah imanku." "



Rujukan : Shari’ah and Tariqat: Inseparable and Indivisible - By Shaikh-ul-Hadith Maulana Muhammad Zakariya



Khanqah - bangunan yang direka khusus untuk pertemuan - pertemuan dari sebuah persaudaraan sufi, atau tarekat, dan merupakan tempat untuk retret rohani dan reformasi aksara

Madaris – tempat pembelajaran islam

Sunday, February 6, 2011

Berfatwa

* hari ini sebahagian dari kita begitu berani berfatwa hanya dengan membaca hadits-hadits mereka berfatwa. tidak mahu mengikuti ulama-ulama, hendak mengikuti pendapat yang dia buat sendiri dengan pemahaman sendiri. menafsir ayat quran dengan sesuka hati, dan membuat-buat kefahaman sendiri tentang hadis. kita kadang-kadang ditanya pasal agama malu nak jawab tak tahu dan mula lah jawab ikut suka hati. jadi mari kita lihat serba sedikit sifat salafussoleh dalam hal ini. Apa salahnya kalau tidak tahu jawab tidak tahu.



Abu Hafs Nisapuri rah. Berkata bahawa ulama yang sebenar takut apabila menjawab soalan iaitu memberi keputusan mengenai masalah agama kerana pada hari kiamat akan disoal mengenai sumber pendapat atau keputusan tersebut. [2]


Setengah ulama mengatakan bahawa sahabat ra.hum berperasaan enggan mengenai empat perkara :

  1. Menanggung menjadi imam
  2. Menjadi wasi (tanggungjawab untuk melaksanakan wasiat orang)
  3. Menanggung amanah orang dan
  4. Mengeluarkan fatwa mengenai agama.

Mereka ra.hum sibuk secara khas dalam lima perkara: iaitu, 1) bacaan al-quran, 2) makmurkan masjid, 3) mengingati (zikir) Alllah 4) menasihati orang untuk berbuat baik dan 5) mencegah perkara-perkara mungkar. [2]



Hadrat Ibnu Hussain rah. Berkata bahawa setengah orang terlalu cepat mengeluarkan fatwa pada hal masalah yang demikian itu jika sekiranya dikemukakan kepada hadrat umar ibnul khattaab ra. Maka beliau akan memanggil kesemua ahli badar dan bermesyuarat. [2]

Hadrat Anas ra. Merupakan sahabat Baginda Rasulullah saw. yang tinggi darjatnya. Beliau pernah berkhidmat kepada Baginda selama sepuluh tahun. Apabila beliau ditanya masalah agama maka beliau menjawab, “Tanyalah kepada Maulana Al-Hasan.”(yakni Hadrat Hasan Basri rah. Yang merupakan faqih dan sufi yang masyhur dari kalangan tabe’i. Hadrat Anas ra. Merupakan sahabat, namun beliau merujuk kepada tabe’I ini) [2]



Hadrat Abdullah Ibnu Abbas ra. Apabila ditanya masalah, beliau menyuruh bertanya kepada Jaabir ibnu Zaid ra. (yang merupakan ahli fatwa di kalangan tabe’i).[2]



Hadrat Abdullah Ibnu Umar ra.huma sendiri merupakan seorang faqih yang masyhur dari kalangan sahabat Rasulullah saw. Tetapi beliau menyuruh orang untuk menanya masalah-masalah agama kepada Sa’eed ibnu Al-Musayyib (tabe’i)[2]



Saya tidak malu untuk berkata “wallahu’alam”/tidak tahu kerana mengikut adab ulama-ulama terdahulu yang tidak malu untuk berterus-terang pada mengatakan “wallahu’alam” atau “tidak tahu” sebagaimana yang dinukilkan daripada al-maqalat al-kauthari di mana ak-khatib al-baghdadi rah. Menceritakan mengenai imam malik rah. Yang telah ditanya 48 masalah tetapi hanya dua masalah sahaja yang dijawabnya dan baki masalah yang lain dijawab dengan “wallahu’alam, la adri” (saya tidak tahu).[1]



Begitu juga perihal imam abu hanifah rah. Yang pernah ditanya 9 masalah tetapi hanya dijawab “wallahu’alam, la adri”. Jadi siapalah saya jika mahu dibandingkan dengan ulama-ulama besar tersebut (seperti langit dan bumi) di mana saya ialah insan yang baru belajar-belajar membantu dalam mengeluarkan umat daripada kegelapan.[1]



[1] Tuhfatul A'izzaa' Fi Idhahi Masa'il Dimaa' an-Nisaa' (Hadiah Untuk Insan Yang Mulia Dalam Menjelaskan Hukum Darah Wanita) ~ al-Fadhil Ustaz Mansoor bin Ismail al-Hafiz

[2] Fadhilat Sedekah ~ Syeikhul Hadits Maulana Zakariyya Al-Khandahlawi